Senin, 02 November 2020

Refleksi Sembilan Puluh Dua Tahun Sumpah Pemuda

Jakarta, Buletin MTs SATRIA - Berbicara soal sumpah pemuda pasti kita akan teringat dengan tanggal 28 Oktober. Benar, tanggal itu menjadi monumental bagi bangsa kita. Namun perlu diketahui bahwa tanggal tersebut diambil dari puncak rapat atau Kongres Pemuda II yang diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928. 

Sebelumnya Kongres Pemuda I sukses digelar pada 30 April - 2 Mei 1926, namun belum mendapatkan hasil yang maksimal. Barulah pada kongres yang kedua, organisasi atau perkumpulan pemuda lebih banyak dan beragam yang berpartisipasi hingga menghasilkan ikrar sumpah pemuda. 

Sembilan puluh dua tahun sudah ikrar itu digaungkan sampai hari ini. Tetapi apakah mampu memberikan dampak yang besar bagi pemuda hari ini? Apa yang diwarisi dari ikrar sumpah pemuda sampai hari ini? Apakah ikrar sumpah pemuda hanya sekedar teks sejarah dan ucapan? Tentu setiap orang punya persepsinya masing-masing. 

Bagi saya sendiri, satu hal yang perlu digaris bawahi jika berbicara seorang pemuda adalah ke-nekat-an. Nekat dalam hal ini tidak melulu diartikan secara negatif atau sudut pandang penyakit, nyatanya Kongres Pemuda I dan II adalah contoh nyata dari ke-nekat-an itu sendiri. Bayangkan saja, pada waktu itu bentuk penjajahan sedang giat-giatnya kok malah nekat gelar kongres yang menjadi cikal bakal terbentuknya negara Indonesia merdeka. Luar biasa toh...

Sekali lagi saya tegaskan, nekat dalam hal ini bukan gangguan mental atau suatu penyakit yang dianggap "gila" tetapi nekat yang diiringi dengan kesadaran penuh baik secara batin, pikiran maupun lahir (perbuatan). Artinya nekat ini bagian dari emosional manusia dan tentunya lazim dimiliki pemuda. Karena orang kalau sudah tua biasanya cari aman dan nyaman dalam zonanya sendiri. Hihihi

Tetapi perlu diketahui bersama usia yang dikatakan pemuda menurut UU Nomor 40 Tahun 2009 adalah dimulai dari usia 16 - 30 tahun. Jika ada usia 35 bahkan 50 tahun berbuat nekat terlepas dari  konotasinya negatif atau positif berarti ia adalah pemuda. Karena emosional nekat tadi sejatinya adalah pemuda atau bisa disebut seperti ini "usia boleh tua tapi  jiwanya muda."

Lalu bagaimana relevansinya pada masa sekarang ditambah kondisi yang sedang pandemi Covid-19? Apa yang dapat diwarisi dari ke-nekat-an 1928? Karena kenekatan meliputi unsur batin, pikiran dan fisik atau perbuatan sedangkan pemerintah menganjurkan untuk sementara diam di rumah. Tidak ada kumpul-kumpul, pergi wisata bahkan sekolah dan bekerja pun dari rumah. 

Akhir-akhir ini memang semua aktivitas dan kegiatan banyak dilakukan secara online dari rumah. Tentu hal itu bukan menjadi alasan untuk tidak bisa melakukan aksi kenekatan. Justru dengan kebiasaan baru melahirkan kenekatan-kenekatan baru yang  tidak seperti biasanya. 

Beragam sekali aktivitas atau kegiatan baru yang tercipta di masa pandemi Covid-19. Contohnya maraknya seminar-seminar pelatihan, berwisata secara virtual bahkan pertunjukan seni dan perlombaan bisa dilakukan secara virtual. Bukankah ini suatu bentuk kenekatan yang tadinya dirasa mustahil menjadi berhasil. 

Kita sebagai pemuda yang memiliki jiwa kenekatan itu sudah seharusnya mengikuti dan menyesuaikan hal tersebut. Kubur dalam-dalam rasa malas, malu dan alasan lain yang menghambat seperti tidak ada koneksi internet, tidak ada biaya untuk membeli koneksi internet atau paling parah tidak memiliki gadget atau gawai untuk bisa menikmati hal tersebut. Kalau udah kek gini, konyol namanya!

Zaman makin canggih, ilmu pengetahuan dan teknologi juga makin berkembang tentunya. Mau sampai kapan gak punya gadget, Handphone, atau Komputer ?! Ini udah Indonesia gaes bukan Nusantara yang sistemnya masih barter. Nekatinlah entah itu pinjem, kredit, arisan, nabung dan hal lain yang positif asal jangan nyolong alias mencuri karena itu perbuatan hina dan tidak dibenarkan dalam agama apapun.

Karena perkembangan ilmu dan teknologi dalam beberapa tahun ke depan akan semakin canggih, canggih dan benar-benar canggih. Jika kita pemuda tidak bisa menyesuaikan dan mengikuti maka bersiaplah menjadi generasi suram alias madesu (masa depan suram). 

Dalam situasi seperti ini pemuda harus betul-betul berpikir secara konkret. Sebab dengan mengikuti perkembangan zaman semuanya dapat dipelajari. Bentuk nyatanya adalah YouTube. Melalui aplikasi tersebut semua orang bisa belajar apa saja, membahas pelajaran sekolah, menulis, editing video atau foto, belajar memasak, berjualan online, belajar bermain alat musik dan masih banyak ilmu-ilmu yang lainnya yang didapat melalui aplikasi tersebut. 

Tentu semua itu berbalik kepada diri kita sendiri, seberapa kuat kita sebagai pemuda merawat api ke-nekat-an 1928 dengan situasi atau kondisi yang ada sekarang? Kalau hanya tidur, bermain games, melihat status orang dan update status di WhatsApp, Instagram, Facebook, goyang tiktok saja ya bersiaplah merasakan pahitnya masa depan. 

Sejatinya hidup ini adalah belajar, seperti nasihat Imam Syafi'i yang mengatakan "barangsiapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan." Duhai pemuda manfaatkanlah usia mudamu sebelum datang usia tuamu. Wallahualam bis showaab. Salam hormat dan takzim. 



Jika ingin kritik dan saran silahkan di Kolom komentar atau email: mahdrido@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Malam Takbiran Stay Di Majlis Aja

Depok.- Demi mencegah terjadinya penularan Covid 19, warga diminta menghindari terjadinya Kerumunan Hal itu juga berlaku saat ma...